Adik-adik asuh Coin a Chance! Banjarmasin udah banyak yang alumni. Yang tersisa sekarang bisa dihitung sebelah tangan.
Well, ini adalah saatnya untuk membantu lebih banyak lagi anak-anak yang bersemangat sekolah tapi keterbatasan biaya. Agak kagok karena lumayan lama gak blusukan, akhirnya rutinitas keluar masuk gang sempit pun kembali dilakoni.
Melewati titian
kayu yang bikin was-was ---sambil menahan napas--- karena pas diinjak berderit-derit.
Menyusuri rumah-rumah yang saling berimpit. Dan setelah nyasa-nyasar, syukurlah ketemu juga yang dicari. Sebuah rumah yang
terjepit di ujung gang selebar setengah meter di Jalan Kelayan B (gak tau
daerah Kelayan? Orang-orang bilang itu Texas). Seorang bapak tua menyambut. Katanya sudah lama menunggu. Emm, yah, bisa terbaca sih dari suaranya di
telepon, dan langkahnya yang tergopoh-gopoh.
Pertemuan ini sendiri diawali dari
sebuah SMS di suatu siang.
“Mbak, yang beasiswa untuk pendidikan itu masih ada?”
Begitu bunyi SMS itu. Pengirimnya adalah bapaknya Fajar,
salah satu adik asuh yang sudah alumni setahun lalu.
“Untuk anak teman,” sambung isi SMS berikutnya.
Singkat cerita, akhirnya sampailah kaki ini ke rumahnya Pak Arifin, teman yang dimaksud bapaknya Fajar. Rumah itu tak seberapa lebar. Di ruangan
bagian depan ada TV dan beberapa perabot, dan sebuah kasur tergelar merapat di
dinding yang ditempeli beberapa bingkai foto. Mengintip ke bagian dalam lain
rumah yang tersekat, kayaknya itu kamar tidur, di belakangnya lagi dapur.
Kemudian Pak Arifin bercerita tentang kehidupan keluarganya.
Rumah itu mereka sewa Rp 300 ribu sebulan. Dia tinggal di situ dengan istri dan
anak satu-satunya, namanya Heni Lestari. Pak Arifin bekerja sebagai tukang
setrika di sebuah tailor. Pak Arifin ini statusnya buruh borongan, sehingga
penghasilannya gak tetap. Tergantung ada enggaknya kerjaan di tailor. Istrinya ibu
rumah tangga, tapi belakangan ikut bikin-bikin kue di tempat orang. Sedangkan Heni
baru aja lulus SMP (SMPN 28 Banjarmasin) dan gak ada biaya untuk melanjutkan ke
SMA.
gang rumahnya Heni |
jalan menuju rumah Heni |
bapaknya Heni |
rumah Heni |
setrika yang dipake Pak Arifin, yang pake arang gitu '0' |
ijazah Heni |
Segitu sulitnya kehidupan keluarga ini? Sampe untuk menyekolahkan seorang anak aja, orangtuanya gak mampu. Oke, kami setuju
untuk membantu Heni. Dengan selaksa harapan (beeeeuuh) yang selalu menyertai
setiap kami mengangkat seorang adik asuh, hanya sebuah harapan sederhana, yakni
semoga kelak si anak bisa mengangkat derajat keluarga, aamiin ya Rabb.
… Selesaikah urusan?
Noooooooooooooo.
Masalahnya adalah masa penerimaan siswa baru sudah lama lewat. Dan waktunya anak-anak masuk sekolah makin dekat. Kami
harus cepat berburu sekolah yang masih mau menerima siswa. Dan proses perburuan
ini cukup bikin sakit kepala.
Beberapa sekolah negeri yang coba dilobi menutup peluang. Gak
ada pilihan selain sekolah swasta. Akhirnya Heni didaftarkan di SMK NU, sekolah ini
letaknya di daerah Pekauman, gak jauh dari rumahnya. Dan Heni gak jadi putus
sekolah. Alhamdulillah…
daftar sekolah |
sekolahnya Heni |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar